Assalamualaikum Wr. Wb.
Finally,
mayaoreo here~
Hmm
let's see... Liburan kemarin sepertinya kurang dapat membantu saya dalam
me-refresh otak. Tapi saya suka dengan pengalaman yang saya dapatkan saat
liburan kemarin. /gaje
Kali
ini saya hanya ingin menulis mengenai apa yang saya dapat di sisa tahun 2012
dan awal tahun 2013 yang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Yang kalau
tahun-tahun kemarin saya lewatkan bersama keluarga dan penuh rasa nyaman, kali
ini begitu berbeda.
Oke,
awal liburan saya yang emang udah ga bisa diajak nyantai karena tugas. Tapi
saya masih bisa menyempatkan untuk mengistirahatkan otak sehari di Tangkuban
Perahu. Yang Subhanallah, indah banget! Kalau kamera lagi ga dipinjem pasti
memory card udah penuh dengan foto-foto Tangkuban Perahu dan sunset serta
pemandangan Cikole yang sangat menginspirasi.
Tapi
tak sampai dua hari, saya kembali ke kehidupan saya yang artinya tugas sudah
menanti di depan mata untuk diselesaikan. Awalnya memang sedikit ogah-ogahan,
tapi inilah yang namanya tanggung jawab. Walau saya sendiri agak keteteran
dengan tugas yang diberikan ke saya, tapi Alhamdulillah selesai karena bantuan
teman-teman. Di minggu terakhir liburan, karena suatu hal saya harus
bolak-balik Stasiun UI-Kemayoran berkali-kali dengan kereta. Capek memang, tapi
itu semua terbayar dengan pelajaran yang saya dapatkan di kereta Commuter Line
jurusan Tanah Abang - Jatinegara itu.
Awalnya
saya kurang begitu ngerti dengan jalur-jalur kereta, kereta mana yang harus
saya naiki, dan kendaraan apa yang harus saya naiki setelah turun kereta dan
kemungkinan-kemungkinan lainnya agar saya bisa sampai di rumah lebih cepat,
karena saya jarang main ke daerah Kemayoran. Ke sana paling juga dengan mobil
pribadi, jadi rute-rute angkutan umum jarang saya perhatikan.
Di
saat orang-orang sedang enak-enaknya menikmati pagi jam 8, saya duduk di
metromini menuju terminal Senen. Kadang saya suka memperhatikan orang-orang
yang berjalan di sekeliling saya saat saya menuju metromini 01 yang nge-tem di
ujung terminal. Bagaimana kesan mereka tentang tahun lalu? Apa tiap tahunnya,
sekalipun di awal tahun, mereka tetap melewatkannya di terminal ini?
Di angkot, saya duduk tenang sambil
sesekali melirik HP. Beberapa menit saya perhatikan, ternyata saya salah naik
angkot dan bingung harus turun di mana, karena saya tak tahu harus naik apa
setelah ini. Untungnya Pak Sopir di depan sepertinya memperhatikan saya
yang mukanya tiba-tiba panik gitu. Setelah ditanya mau turun di mana dan fix
nyasar, saya segera turun dan berterimakasih udah diturunin di depan halte
busway. Kata Beliau, akan lebih cepet kalau naik busway, jadi tanpa pikir
panjang, saya segera membeli satu tiket.
Apesnya,
saya ga tahu busway warna apa yang harus saya naiki. Waktu itu saya ada di daerah
Kebon Kosong, dan gatau rute kendaraan dari situ seperti apa. Tapi setelah
melihat peta rute transjakarta, saya langsung berasumsi bahwa bus yang saya
naiki warnanya ‘biru’ tanpa ingat kalau ada dua jenis biru di transjakarta (menurut
saya). Dan saya sukses nyasar lagi dan
bukannya ke Ragunan. Setelah bertanya dengan tukang bakso yang lagi mangkal,
saya segera naik bajaj dan pergi menuju Stasiun Cikini, yang memang sedari awal
menjadi tujuan saya. Lucunya, saya sama sekali ga sadar ternyata selama
beberapa puluh menit yang lalu saya kira saya bakal nyasar jauh, ternyata sangat
dekat dengan tujuan saya. Setelah mengucap syukur Alhamdulillah, saya akhirnya
berangkat ke Depok.
Begitulah pagi saya yang bener-bener bikin
saya sport jantung, hampir tiap harinya hingga liburan selesai. Di
kereta juga saya disuguhi pemandangan yang sering dilihat penumpang kereta tiap
harinya. Bantaran kali yang sesak dengan rumah kardus dan kayu, Kali Ciliwung
yang hitamnya mungkin udah ga ada makhluk hidup yang bisa bertahan hidup dalam
air sehitam itu dan sampah di mana-mana. Belum lagi perbaikan rel yang memakan
waktu sehingga kereta harus berhenti bahkan bisa sampai dua jam lebih di dekat
Stasiun Angke. Itu pemandangan yang saya lihat beberapa hari terakhir ini dari
balik kaca kereta.
Di
dalam kereta pun saya masih menemukan beberapa hal yang membuat saya heran.
Kereta di malam hari arah Bogor yang penuh penumpang memang sudah biasa, tapi
yang tetap tak bisa menjadi biasa bagi saya adalah begitu saya lihat ibu-ibu
yang menggendong anaknya yang kira-kira berusia dua tahun yang tengah tertidur
berdiri! Tidakkah mbak-mbak kantoran atau mahasiswi di gerbong itu melihatnya?
Saya yang tak bisa berbuat apa-apa cuma bisa diam dan melihat mbak-mbak yang
duduk tanpa merasa kasihan. Dalam hati rasaya saya punya banyak kata yang ingin
disampaikan, tapi tentu mana ungkin saya melakukan itu?
Dan
saat petugas datang memeriksa karcis, saya segera berkata pada petugas karcis agar
ibu tersebut bisa duduk. Karena memang itu, kan, peraturannya? Bukannya tulisan
TEMPAT DUDUK PRIORITAS itu ada di tiap gerbong supaya gampang di baca? Apakah
karena alasan capek, kita bisa seenaknya mengabaikan peraturan yang berlaku?
Seharusnya tidak.
Akhirnya
setelah petugas melihat semua tempat duduk penuh, ada salah satu ibu yang mau
berdiri dan mempersilakan ibu tersebut duduk. Refleks, saya langsung merasa
lega dan tanpa sadar saya tersenyum sepanjang kereta berjalan sampai Lenteng
Agung dan dalam hati saya ingin menucapkan terima kasih pada ibu yang mau
mengalah tersebut
Mungkin
ini hanya sebuah hal sederhana yang menurut Anda biasa, tapi bagi saya, hal
seperti ini adalah luar biasa. Karena dalam keseharian saya yang sebenarnya,
hal ini jarang sekali terjadi. Satu pelajaran bagi saya dan kita semua, cobalah:
Buka
matamu lebih lebar untuk melihat, telingamu lebih peka dalam mendengar dan
hatimu lebih tajam dalam merasa, karena segalanya akan lebih bermakna dan
menginspirasi saat kita mengerti apa arti tiga poin di awal paragraf ini.
Semoga
apa yang tertulis tidak sekedar menjadi bacaan selingan, tetapi kita juga dapat
mengambil hikmahnya. Amin.
See
you! :)
Wassalamualaikum
Wr.Wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar