Sabtu, 12 Januari 2013

Like Always, Some Story

Assalamualaikum Wr. Wb.

Finally, mayaoreo here~
Hmm let's see... Liburan kemarin sepertinya kurang dapat membantu saya dalam me-refresh otak. Tapi saya suka dengan pengalaman yang saya dapatkan saat liburan kemarin. /gaje
Kali ini saya hanya ingin menulis mengenai apa yang saya dapat di sisa tahun 2012 dan awal tahun 2013 yang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Yang kalau tahun-tahun kemarin saya lewatkan bersama keluarga dan penuh rasa nyaman, kali ini begitu berbeda. 

Oke, awal liburan saya yang emang udah ga bisa diajak nyantai karena tugas. Tapi saya masih bisa menyempatkan untuk mengistirahatkan otak sehari di Tangkuban Perahu. Yang Subhanallah, indah banget! Kalau kamera lagi ga dipinjem pasti memory card udah penuh dengan foto-foto Tangkuban Perahu dan sunset serta pemandangan Cikole yang sangat menginspirasi.

Tapi tak sampai dua hari, saya kembali ke kehidupan saya yang artinya tugas sudah menanti di depan mata untuk diselesaikan. Awalnya memang sedikit ogah-ogahan, tapi inilah yang namanya tanggung jawab. Walau saya sendiri agak keteteran dengan tugas yang diberikan ke saya, tapi Alhamdulillah selesai karena bantuan teman-teman. Di minggu terakhir liburan, karena suatu hal saya harus bolak-balik Stasiun UI-Kemayoran berkali-kali dengan kereta. Capek memang, tapi itu semua terbayar dengan pelajaran yang saya dapatkan di kereta Commuter Line jurusan Tanah Abang - Jatinegara itu.

Awalnya saya kurang begitu ngerti dengan jalur-jalur kereta, kereta mana yang harus saya naiki, dan kendaraan apa yang harus saya naiki setelah turun kereta dan kemungkinan-kemungkinan lainnya agar saya bisa sampai di rumah lebih cepat, karena saya jarang main ke daerah Kemayoran. Ke sana paling juga dengan mobil pribadi, jadi rute-rute angkutan umum jarang saya perhatikan.

Di saat orang-orang sedang enak-enaknya menikmati pagi jam 8, saya duduk di metromini menuju terminal Senen. Kadang saya suka memperhatikan orang-orang yang berjalan di sekeliling saya saat saya menuju metromini 01 yang nge-tem di ujung terminal. Bagaimana kesan mereka tentang tahun lalu? Apa tiap tahunnya, sekalipun di awal tahun, mereka tetap melewatkannya di terminal ini?

Di angkot, saya duduk tenang sambil sesekali melirik HP. Beberapa menit saya perhatikan, ternyata saya salah naik angkot dan bingung harus turun di mana, karena saya tak tahu harus naik apa setelah ini. Untungnya Pak Sopir di depan sepertinya memperhatikan saya yang mukanya tiba-tiba panik gitu. Setelah ditanya mau turun di mana dan fix nyasar, saya segera turun dan berterimakasih udah diturunin di depan halte busway. Kata Beliau, akan lebih cepet kalau naik busway, jadi tanpa pikir panjang, saya segera membeli satu tiket.

Apesnya, saya ga tahu busway warna apa yang harus saya naiki. Waktu itu saya ada di daerah Kebon Kosong, dan gatau rute kendaraan dari situ seperti apa. Tapi setelah melihat peta rute transjakarta, saya langsung berasumsi bahwa bus yang saya naiki warnanya ‘biru’ tanpa ingat kalau ada dua jenis biru di transjakarta (menurut saya). Dan saya sukses nyasar lagi dan bukannya ke Ragunan. Setelah bertanya dengan tukang bakso yang lagi mangkal, saya segera naik bajaj dan pergi menuju Stasiun Cikini, yang memang sedari awal menjadi tujuan saya. Lucunya, saya sama sekali ga sadar ternyata selama beberapa puluh menit yang lalu saya kira saya bakal nyasar jauh, ternyata sangat dekat dengan tujuan saya. Setelah mengucap syukur Alhamdulillah, saya akhirnya berangkat ke Depok.

Begitulah pagi saya yang bener-bener bikin saya sport jantung, hampir tiap harinya hingga liburan selesai. Di kereta juga saya disuguhi pemandangan yang sering dilihat penumpang kereta tiap harinya. Bantaran kali yang sesak dengan rumah kardus dan kayu, Kali Ciliwung yang hitamnya mungkin udah ga ada makhluk hidup yang bisa bertahan hidup dalam air sehitam itu dan sampah di mana-mana. Belum lagi perbaikan rel yang memakan waktu sehingga kereta harus berhenti bahkan bisa sampai dua jam lebih di dekat Stasiun Angke. Itu pemandangan yang saya lihat beberapa hari terakhir ini dari balik kaca kereta.

Di dalam kereta pun saya masih menemukan beberapa hal yang membuat saya heran. Kereta di malam hari arah Bogor yang penuh penumpang memang sudah biasa, tapi yang tetap tak bisa menjadi biasa bagi saya adalah begitu saya lihat ibu-ibu yang menggendong anaknya yang kira-kira berusia dua tahun yang tengah tertidur berdiri! Tidakkah mbak-mbak kantoran atau mahasiswi di gerbong itu melihatnya? Saya yang tak bisa berbuat apa-apa cuma bisa diam dan melihat mbak-mbak yang duduk tanpa merasa kasihan. Dalam hati rasaya saya punya banyak kata yang ingin disampaikan, tapi tentu mana ungkin saya melakukan itu?

Dan saat petugas datang memeriksa karcis, saya segera berkata pada petugas karcis agar ibu tersebut bisa duduk. Karena memang itu, kan, peraturannya? Bukannya tulisan TEMPAT DUDUK PRIORITAS itu ada di tiap gerbong supaya gampang di baca? Apakah karena alasan capek, kita bisa seenaknya mengabaikan peraturan yang berlaku? Seharusnya tidak.

Akhirnya setelah petugas melihat semua tempat duduk penuh, ada salah satu ibu yang mau berdiri dan mempersilakan ibu tersebut duduk. Refleks, saya langsung merasa lega dan tanpa sadar saya tersenyum sepanjang kereta berjalan sampai Lenteng Agung dan dalam hati saya ingin menucapkan terima kasih pada ibu yang mau mengalah tersebut

Mungkin ini hanya sebuah hal sederhana yang menurut Anda biasa, tapi bagi saya, hal seperti ini adalah luar biasa. Karena dalam keseharian saya yang sebenarnya, hal ini jarang sekali terjadi. Satu pelajaran bagi saya dan kita semua, cobalah:

Buka matamu lebih lebar untuk melihat, telingamu lebih peka dalam mendengar dan hatimu lebih tajam dalam merasa, karena segalanya akan lebih bermakna dan menginspirasi saat kita mengerti apa arti tiga poin di awal paragraf ini.

Semoga apa yang tertulis tidak sekedar menjadi bacaan selingan, tetapi kita juga dapat mengambil hikmahnya. Amin.
See you! :)

Wassalamualaikum Wr.Wb.